106-metode-penelitian-pengertian-tujuan-jenis

Uji Daya Hambat Madu Pelawan

Uji Daya Hambat Madu Pelawan Terhadap Pertumbuhan Streptococcus pneumoniae dan Vibrio cholerae Secara In vitro

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang

Banyak usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengobati suatu penyakit, tidak selamanya kita harus mengkosumsi obat-obatan kimia yang dapat menimbulkan efek samping bagi tubuh. Keadaan ini memaksa kita untuk melihat kembali potensi alam nabati Indonesia, dalam upaya menanggulangi berbagai penyakit atau gangguan kesehatan dengan cara tradisional yang lebih aman dan ekonomi (Dalimartha, 2006). Potensi alam tersebut salah satunya terdapat di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung yang terkenal dengan madu Pelawan yang mempunyai rasa pahit. Madu-madu tersebut dihasilkan dari kawanan lebah liar Avis dorsata yang menyedot sari bunga Pelawan (Tribun, 2015).

Secara tradisional madu telah lama digunakan untuk tujuan medis, bahan makanan, serta untuk perawatan kecantikan. Masyarakat mesir kuno membuat salep luka dari campuran rumput, madu dan serat. Bangsa Assyria, Yunani, Cina, dan Roma menggunakan madu sebagai obat untuk luka dan sakit perut (Rostita, 2007).

Khasiat penting madu adalah bersifat sebagai antibiotik alami yang mampu membunuh bakteri patogen penyebab penyakit infeksi. Beberapa penyakit infeksi yang dapat disembuhkan dan dihambat dengan minum madu secara teratur antara lain: Penyakit lambung dan saluran pencernaan, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), batuk dan demam, penyakit jantung, hati, paru, dan penyakit-penyakit yang dapat mengganggu mata, telinga, dan syaraf (Mahmud, 2007).

Ada empat faktor yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri pada madu. Pertama, kadar gula madu yang tinggi akan menghambat per-tumbuhan bakteri sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang. Kedua, tingkat keasaman madu yang tinggi (pH 3.65) akan mengurangi pertumbuhan dan daya hidupnya sehingga bakteri tersebut mati. Ketiga, adanya senyawa radikal hidrogen pe-roksida yang bersifat dapat membunuh mikroorganisme pathogen, Dan faktor keempat, adanya senyawa organik (polyphenol, flavonoid, dan glikosida) yang bersifat antibakteri (Rostita, 2007).

Hasil penelitian Peter C. Molan (1992), peneliti dari Departement of Biological Sciences, University of Waikoto, Selandia Baru yang menjelaskan bahwa madu mengandung zat antibiotik yang aktif melawan serangan berbagai kuman patogen penyebab penyakit (Aden, 2010). Pada tahun 1937, Dould mempublikasikan penelitiannya tentang efek madu sebagai antibiotik yang mampu membunuh tujuh belas jenis bakteri pathogen antara lain Streptococcus pneumoniae dan Vibrio cholerae (Sulaiman, 2010).

 

Data dinas kesehatan kabupaten Bangka Tengah tahun 2014, penyakit infeksi terbanyak adalah infeksi akut saluran pernafasan dan penyakit diare (termasuk tersangka kolera). Streptococcus pneumoniae adalah bakteri coccus Gram positif, berpasangan sering berbentuk lancet atau berbentuk rantai yang menyerang organ paru-paru sehingga menyebabkan penyakit pneumonia dan Vibrio cholerae adalah bakteri Gram negatif motil, berbentuk koma, memproduksi toksin yang disebut enterotoksin, yang menyebabkan kolera, diare hebat sangat encer yang seringkali menyebabkan dehidrasi parah (Jawetz, 2000).

Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Uji Daya Hambat Madu Pelawan Terhadap Pertumbuhan Streptococcus pneumoniae dan Vibrio cholerae Secara In vitro”.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah madu pelawan dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus pneumoniae dan Vibrio cholerae Secara In vitro.

Tujuan Penelitian

  1. Untuk mengetahui apakah madu pelawan dapat menghambat pertumbuhan

Streptococcus pneumoniae dan Vibrio cholerae

  1. Untuk mengetahui besar zona hambatan yang dihasilkan madu pelawan dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus pneumoniae dan Vibrio cholerae
  2. Untuk mengetahui perbedaan zona hambat yang dihasilkan madu pelawan dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus pneumoniae dan Vibrio cholera

Manfaat Penelitian

  • Bagi Penulis :

Untuk membuktikan secara ilmiah tentang khasiat dan kegunaan madu pelawan dalam menghambat pertumbuhan bakteri.

Bagi Masyarakat

Sebagai bahan masukan kepada masyarakat kabupaten Bangka Tengah agar memanfaatkan potensi alam nabati Indonesia dengan menggunakan obat-obatan alami seperti madu pelawan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Madu

Madu Pelawan

Madu Pelawan merupakan madu yang terdapat didaerah Pulau Bangka salah satunya terdapat di Kecamatan Namang, desa Namang, kabupaten Bangka Tengah. Madu pelawan dihasilkan oleh lebah hutan liar jenis Apis dorsata yang menyerap sari bunga pohon pelawan. Rasa madu pelawan yang manis bercampur sedikit pahit, tidak lengket dikerongkongan, lebih encer, segar memberikan citarasa tersendiri bagi masyarakat Bangka. Rasa pahit madu pelawan disebabkan adanya kandungan alkaloid yang merupakan bahan obat antara lain berkhasiat sebagai antiinfeksi (Tribun, 2015).

Madu pelawan berasal dari pohon pelawan Tristania sp yang banyak tumbuh di Provinsi Bangka Belitung. Di provinsi penghasil timah terdapat beberapa spesies pohon anggota famili Myrtaceae itu antara lain pelawan kiring Tristania obovata, pelawan merah T. mainganyi, dan kayu mulu T. sumatrana. Pohon-pohon pelawan tinggi menjulang 20 – 80 meter dan lebah hutan menghisap nektar kerabat pohon jambu biji tersebut (Adina, 2000).

Manfaat dan Kandungan Madu Pelawan

Madu mengandung air, karbohidrat yang terdiri dari fruktosa, glukosa, maltosa, sukrosa, dan gula lain. Madu juga mengandung beberapa vitamin seperti: vitamin B6, vitamin C, tiamin (B1), niasin, riboflavin (B2), dan asam pantotenik. Mineral-mineral penting yang terkandung dalam madu adalah kalsium, besi, tembaga, magnesium, mangan, fosfat, potassium, sodium dan zink (Rostita,2007).

Zat kimia penting yang terkandung dalam madu yang bekerja sebagai antibakteri adalah senyawa yang dikenal dengan nama Hidrogen Peroksida, selain itu juga terdapat senyawa lain seperti: Pinocembrin, Lysozyme, Asam Felonik, dan Terpenen. Beberapa enzim penting juga terkandung di dalam madu, seperti: enzim invertase yang mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Enzim amilase yang berfungsi mengubah tepung menjadi dekstrin atau gula. Enzim oksidase yang mengubah glukosa menjadi glukonalakton yang menghasilkan hidrogen dan enzim katalase yang berfungsi mengubah peroksida menjadi air dan oksigen (Rostita, 2007).

Streptococcus pneumoniae

  • Klasifikasi pneumoniae

Menurut Entjang 2003, klasifikasi S. pneumoniae adalah sebagai berikut kingdom bacteria, phylum firmicutes, class diplococcic, ordo lactobacillales, family streptoccoceae, genus Streptococcus dan spesies Streptococcus pneumoniae

  • Morfologi pneumoniae
  1. pneumoniae adalah diplokokus Gram posistif yang merupakan penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia. Bakteri ini sering berbentuk bulat hingga lanset atau tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai simpai polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan antiserum spesifik. Panjang rantai sangat bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai panjang akan muncul bila ditanam dalam perbenihan yang hanya sedikit mengandung magnesium. S. pneumoniae mudah dilisiskan oleh zat aktif permukaan, misalnya garam-garam empedu. Zat aktif permukaan mungkin menghilangkan atau menonaktifkan penghambat autolisis dinding sel (Jawetz, 2000).
  • Patologi pneumoniae
  1. pneumoniae mengakibatkan penyakit pneumonia (infeksi paru-paru), otitis media (infeksi telinga tengah) dan meningitis (infeksi selaput keliling otak dan saraf punggung). Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pada dasarnya bakteri pneumonia adalah flora normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru (Jawetz, 2001).

Vibrio cholerae

  • Klasifikasi cholerae

Menurut Jawetz (2000) klasifikasi dari V. cholerae adalah sebagai berikut: kingdom bacteria, phylum proteobacteria, class gamma proteobacteria, ordo vibrionales, family vibrionaceae, genus Vibrio, spesies Vibrio cholerae

  • Morfologi cholerae
  1. cholerae termasuk bakteri gram negatif, berbentuk batang bengkok seperti koma dengan ukuran panjang 2-4 μm. Bila inkubasi diperpanjang, bentuk bakteri ini bisa berubah menjadi batang yang lurus yang mirip dengan bakteri enterik gram negatif. Bakteri ini dapat bergerak sangat aktif karena mempunyai satu buah flagellum halus pada ujungnya (Monotrikh). Karakteristik morfologi lain dari bakteri

ini antara lain, tidak membentuk spora, bentuk koloninya cembung (Convex),

Opaque, dan bergranul bila disinari (Jawetz, 2001).

  • Patologi Vibrio cholerae

Secara alamiah, V. cholerae hanya patogen terhadap manusia. Seseorang dengan asam lambung normal akan terinfeksi oleh Vibrio bila mengkonsumsi makanan yang mengandung sebanyak 102 - 104 sel/gram makanan, karena bakteri ini sangat sensitif dengan suasana asam. Beberapa proses pengobatan atau keadaan yang dapat menurunkan kadar asam dalam lambung membuat seseorang lebih sensitif terhadap infeksi V. cholerae (Jawetz, 2002).

  1. cholerae tidak bersifat invasif (tidak masuk ke dalam aliran darah), sehingga pada umumnya tetap berada di saluran usus penderita. Dalam proses infeksinya, V. cholerae virulen akan menempel pada mikrovili permukaan sel epithelial, dimana mereka melepaskan toksin kolera (enterotoksin). Toksin kolera diserap di permukaan gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida dan menghambat absorpsi natrium. Akibatnya penderita akan kehilangan banyak cairan dan elektrolit, walaupun secara histologi usus tetap normal (Entjang, 2003).

Sebagian besar infeksi yang disebabkan oleh V. cholerae ini asimptomatik atau terjadi diare yang ringan pada pasien. Bila terjadi infeksi oleh V. cholerae, gejala-gejala diare akan timbul setelah 1 – 4 hari masa inkubasi terlampaui. Gejala khas akibat terinfeksi oleh bakteri kolera ini biasanya dimulai dengan munculnya diare encer yang berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas dan tanpa adanya tenesmus. Dalam waktu singkat tinja yang semula berwarna dan berbau feses berubah menjadi cairan putih keruh yang mirip air cucian beras (rice water stool) (Jawetz, 2003).

BAB III METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode Eksperimen Laboratorium secara in vitro.

Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari 2015 di laboratorium mikrobiologi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jurusan Analis Kesehatan Yayasan Abdurrab Pekanbaru.

Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah madu Pelawan yang dijual di toko Kaona jalan KH. Ahmad Dahlan Pekanbaru.

Bahan, Media dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah madu pelawan, strain

  1. pneumoniae, strain V.cholerae, NaCl 0,9% steril (kontrol negatif) dan disk ampicillin (kontrol positif), alkohol 70%, larutan Mc Farland (H2SO4 1% dan BaCl2. 2H2O 1,175%), dan medium Muller Hinton Agar (MHA) sebagai medium uji daya hambat.

Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, autoclave, Oven, gelas ukur, erlenmeyer, lampu spritus, labu ukur, pipet ukur, gelas objek, ose cincin, mikroskop, inkubator, batang pengaduk, kapas, disk kosong, spatula, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, kompor gas, jangka sorong, dan kapas lidi steril.

Prosedur Penelitian

  • Sterilisasi Alat

Cuci alat-alat kaca sampai bersih, lalu keringkan bungkus alat-alat tersebut dengan kertas padi kemudian sterilkan dalam Oven pada suhu 150 - 1600 C selama 1 jam. Setelah cukup waktunya keluarkan dari dalam oven dan biarkan dingin (Hasnyimi, 2010).

Pembuatan Media MHA

Timbang 3,8 gram media Muller Hinton agar merk oxoid, masukkan dalam labu erlemeyer (pemakaian sesuai petunjuk kit : 38gr/L), tambahkan dengan 100 ml akuades sambil dikocok, panaskan hingga larut, tutup dengan kapas kemudian masukkan media tersebut ke dalam autoclave, sterilkan selama 15 menit pada suhu

 

1210 C, setelah cukup waktu matikan autoclave, biarkan suhu turun, lalu keluarkan media dari autoclave dan asukkan media tersebut ke dalam Petri disk steril

Pembuatan Larutan Mc. Farland (Pembanding Kekeruhan)

Pipet larutan H2SO4 1% sebanyak 9.5 mL, masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan larutan BaCl2.2H2O 1,175% sebanyak 0.5 mL, kemudian homogenkan (Soemarno, 2001).

Pembuatan Suspensi Bakteri

Ambil satu ose koloni strain S. pneumoniae dan V. cholerae, kemudian suspensikan dalam tabung yang berisi NaCl 0,9% steril sampai kekeruhan sama dengan larutan standar Mc. Forland (Soemarno. 2001).

Pengujian Daya Hambat Bakteri

  1. Penanaman Pada Media Muller Hinton Agar plate

Celupkan kapas lidi steril ke dalam suspensi bakteri yang sudah distandarisasi kekeruhannya, tunggu sampai meresap ke dalam kapas, goreskan kapas lidi tersebut pada media Muller Hinton Agar plate dengan memutar cawan petri sampai permukaan media tertutup rapat dan biarkan media Muller Hinton Agar plate selama 5 - 15 menit supaya suspensi bakteri meresap ke dalam agar (Jawetz, 2000).

2. Penempelan Disk

Penempelan pada Muller Hinton Agar plate dilakukan secara manual satu-persatu dengan pinset, siapkan madu pelawan, kontrol positif (disk ampicilin), dan kontrol negatif (NaCl 0,9%), ambil disk kosong dan celupkan ke dalam madu pelawan. Letakkan pada permukaan media Muller Hinton yang sudah ditanam S. pneumoniae dan V. cholerae dengan sedikit ditekan, ambil disk ampicilin dan kontrol negatif dengan menggunakan pinset letakkan pada permukaan media Muller Hinton yang sudah digoreskan S. pneumoniae dan V. cholerae dan tekan sedikit, jarak antara disk yang satu dan disk yang lain tidak kurang dari 2 cm, kemudian inkubasi dalam inkubator selama 1 × 24 jam pada suhu 37o C (Soemarno, 2001) dan amati zona hambatan yang terjadi di sekeliling disk dan ukur panjang diameternya dengan jangka sorong (tabel zona hambat terlampir).

Analisa data

Analisa data yang diperoleh dari penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan dibahas secara deskriptif.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Setelah dilakukan penelitian daya hambat madu pelawan terhadap

pertumbuhan S. pneumonia dan V. cholerae didapatkan hasil seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1


Hasil Uji Daya Hambat Madu Pelawan Terhadap Pertumbuhan S. pneumonia

Zona bening S. pneumonia

Pengujian

disk 1 disk 2 disk 3 Rata-rata

Madu Pelawan 13 mm 12 mm 14 mm 13 mm

Ampicilin 24 mm 21 mm 20 mm 21,6 mm

aquadest 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm

Tabel 4.2

Hasil Uji Daya Hambat Madu Pelawan Terhadap V. cholerae

 

Pengujian

 

 

disk 1

Zona

 

disk 2

bening V. cholera

 

disk 3

 

 

Rata-rata

Madu Pelawan

10 mm

12 mm

11 mm

11 mm

Ampicilin

20 mm

21 mm

20 mm

20,3 mm

aquadest

6 mm

6 mm

6 mm

6 mm

4.2 Pembahasan

Data dari hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa terbentuk zona bening disekitar cakram yang telah dicelupkan ke dalam madu Pelawan dengan rata-rata diameter zona hambat dari madu pelawan sebesar 13 mm pada S. pneumonia dan 11 mm pada V. cholera, sementara pada ampicilin sebagai kontrol positif rata-rata zona hambatan 21,6 mm pada S. pneumonia dan 20,3 mm pada V. cholera, dan aquadest sebagai kontrol negatif tidak terjadi zona hambat (diameter disk adalah 6 mm ).

 

Hasil ini menunjukkan bahwa madu Pelawan memiliki daya hambat antibakteri terhadap pada S. pneumonia dan V. cholera yang disebabkan oleh adanya kandungan alkaloid sebagai antiinfeksi dan zat aktif yang dinamakan “inhibine” yang menurut penelitian termasuk hidrogen peroksida yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, selain itu pH madu 3,5 merupakan faktor penting yang menyebabkan madu bersifat antibakteri. Kekentalan madu juga berpengaruh sebagai penghambat pertumbuhan bakteri.

Hal ini sesuai dengan penelitian Peter C. Molan (1992), peneliti dari Departement of Biological Sciences, University of Waikoto, Selandia Baru yang menjelaskan bahwa madu mengandung zat antibiotik yang aktif melawan serangan berbagai kuman patogen penyebab penyakit (Aden, 2010). Selain itu, tidak menutup kemungkinan bahwa efek antibakteri yang ada dalam madu diperoleh dari faktor- faktor lain yang mendukung sifat antibakteri dari madu. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi faktor-faktor tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  1. Madu pelawan dapat menghambat pertumbuhan pneumonia dan V. cholerae secara In vitro.
  2. Besar diameter rata-rata zona hambatan yang dihasilkan madu pelawan terhadap pertumbuhan pneumonia adalah 13 mm dan V. cholerae adalah 11 mm.
  3. Perbedaan zona hambat yang dihasilkan madu pelawan terhadap pertumbuhan
  4. pneumonia dan V. cholerae adalah S. pneumonia adalah 13 mm dan V. cholerae adalah 11 mm.

Saran

  1. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan agar melakukan penelitian terhadap madu pelawan pada berbagai macam konsentrasi, bakteri ataupun jamur yang berbeda baik secara In vitro maupun secara In vivo
  2. Bagi masyarakat kabupaten Bangka Tengah diharapkan untuk menjaga dan memanfaatkan obat-obatan tradisional dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga.