Karakter Rabbani dalam Syariat Islam
Syariat Islam adalah agama Islam itu sendiri. Syariat Islam adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Sebagai wahyu dari Allah SWT, syariat Islam memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh agama-agama, perundang-undangan, hukum-hukum, sistem-sistem, dan pedoman hidup di luar Islam. Berbagai keistimewaan tersebut merupakan karakteristik dari syariat Islam.
Berdasar pengkajian terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah, para ulama menyimpulkan bahwa di antara karakteristik syariat Islam adalah rabbaniyah, syumuliyah, wasathiyah, waqi’iyah, ‘alamiyah, dan insijamiyah-ittisaqiyah. Dalam artikel ini, insya Allah kita akan mengulas secara ringkas tentang karakteristik rabbaniyah syariat Islam.
Pengertian Rabbaniyah
Salah satu karakter syariat Islam adalah rabbaniyah, yaitu bersumber dari Rabb, Allah SWT, dan bertujuan mengantarkan makhluk kepada ridha Rabb SWT. Istilah rabbani atau rabbaniyah berasal dari kata dasar rabb, ditambah huruf alif dan nun nisbah yang memberikan fungsi makna mubalaghah, yaitu bentuk penyangatan.
Istilah rabbani atau rabbaniyah disebutkan dalam firman Allah SWT:
ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙƒÙنْ ÙƒÙونÙوا رَبَّانÙيّÙينَ بÙمَا ÙƒÙنْتÙمْ ØªÙØ¹ÙŽÙ„Ù‘ÙÙ…Ùونَ Ø§Ù„Ù’ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨ÙŽ ÙˆÙŽØ¨Ùمَا ÙƒÙنْتÙمْ ØªÙŽØ¯Ù’Ø±ÙØ³Ùونَ
“Akan tetapi jadilah kalian orang-orang rabbani disebabkan kalian mengajarkan al-qur’an dan kalian mempelajarinya.†(QS. Ali Imran [3]: 79)
Rabb memiliki makna Dzat yang menciptakan, memelihara, mendidik, menghidupkan, dan mematikan. Rabb adalah Allah SWT. Adapun rabbani berarti makhluk yang sangat dekat dengan Rabb SWT, mengenal-Nya, dan senantiasa menaati-Nya. Imam Ibnu Al-‘Arabi Al-Andalusi berkata, “Seseorang tidak disebut rabbani sehingga ia menjadi seorang yang ulama, mengajarkan ilmunya, dan mengamalkan ilmunya.â€
Rabbaniyah dari Aspek Sumbernya
Syariat Islam bersifat rabbaniyah. Artinya, syariat Islam bersumber dari wahyu Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Syariat Islam lahir bukan karena hasil perenungan, olah pikir, kajian, rekayasa, dan ambisi individu tertentu, golongan tertentu, partai tertentu, atau negara tertentu, Tetapi syariat Islam datang dari sisi Allah SWT sebagai cahaya petunjuk bagi seluruh makhluk-Nya.
يَا Ø£ÙŽÙŠÙّهَا النَّاس٠قَدْ جَاءَكÙمْ Ø¨ÙØ±Ù’هَانٌ Ù…Ùنْ رَبÙّكÙمْ وَأَنْزَلْنَا Ø¥ÙلَيْكÙمْ Ù†Ùورًا Ù…ÙØ¨Ùينًا
“Wahai seluruh manusia, telah datang kepada kalian bukti yang nyata dari Rabb kalian dan Kami telah menurukan kepada kalian sebuah cahaya [Al-Qur’an] yang terang.†(QS. An-Nisa’ [4]: 172)
يَا Ø£ÙŽÙŠÙّهَا النَّاس٠قَدْ جَاءَتْكÙمْ Ù…ÙŽÙˆÙ’Ø¹ÙØ¸ÙŽØ©ÙŒ Ù…Ùنْ رَبÙّكÙمْ ÙˆÙŽØ´ÙÙَاءٌ Ù„Ùمَا ÙÙÙŠ الصÙّدÙÙˆØ±Ù ÙˆÙŽÙ‡ÙØ¯Ù‹Ù‰ وَرَØÙ’مَةٌ Ù„ÙÙ„Ù’Ù…ÙØ¤Ù’Ù…ÙÙ†Ùينَ
“Wahai seluruh umat manusia, telah datang kepada kalian nasehat dari Rabb kalian…†(QS. Yunus [10]: 57)
وَنَزَّلْنا عَلَيْكَ Ø§Ù„Ù’ÙƒÙØªØ§Ø¨ÙŽ ØªÙØ¨Ù’ياناً Ù„ÙÙƒÙÙ„ÙÙ‘ Ø´ÙŽÙŠÙ’Ø¡Ù ÙˆÙŽÙ‡ÙØ¯Ù‰Ù‹ وَرَØÙ’مَةً ÙˆÙŽØ¨ÙØ´Ù’رى Ù„ÙÙ„Ù’Ù…ÙØ³Ù’Ù„ÙÙ…Ùينَ
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab [Al-Qur’an] sebagai penjelasan atas segala perkara, petunjuk, kasih sayang dan kabar gembira bagi kaum muslimin.†(QS. An-Nahl [16]: 89)
Syariat Islam adalah wahyu dari Allah SWT. Rasulullah SAW tidak membuat syariat Islam. Rasulullah SAW “hanya†bertindak sebagai dai yang menyampaikan syariat Allah dan menjelaskan bagian-bagian dari syariat Allah yang masih samar bagi umat manusia.
Al-Qur’an adalah wahyu yang seluruh lafalnya berasal dari Allah. Adapun Sunnah Nabi SAW (Al-Hadits) adalah wahyu yang secara makna dari Allah SWT, sedangkan lafalnya disampaikan dengan redaksi dari Nabi SAW. Dalam sebagian perkara, Nabi SAW berijtihad. Jika hasil ijtihad beliau benar, Allah SWT menurunkan ayat Al-Qur’an yang menyetujuinya dan jika ijtihad beliau keliru, Allah SWT menurunkan ayat Al-Qur’an yang mengoreksinya.
Dengan demikian, Al-Qur’an maupun As-Sunnah –sebagai sumber syariat Islam—adalah wahyu dari Allah SWT. Maka syariat Islam bersumber dari Allah SWT, bukan dari Nabi SAW atau manusia lainnya.
وَكَذَلÙÙƒÙŽ أَوْØÙŽÙŠÙ’نَا Ø¥Ùلَيْكَ رÙÙˆØÙ‹Ø§ Ù…Ùنْ أَمْرÙنَا مَا ÙƒÙنْتَ تَدْرÙÙŠ مَا Ø§Ù„Ù’ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù وَلَا الْإÙيمَان٠وَلَكÙنْ جَعَلْنَاه٠نÙورًا نَهْدÙÙŠ بÙه٠مَنْ نَشَاء٠مÙنْ Ø¹ÙØ¨ÙŽØ§Ø¯Ùنَا ÙˆÙŽØ¥Ùنَّكَ لَتَهْدÙÙŠ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ ØµÙØ±ÙŽØ§Ø·Ù Ù…ÙØ³Ù’تَقÙيمÙ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Quran) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu. Tetapi Kami menjadikan Al- Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.†(QS. Asy-Syura [42]: 52
ÙˆÙŽØ¥ÙØ°ÙŽØ§ ØªÙØªÙ’Ù„ÙŽÙ‰ عَلَيْهÙمْ آَيَاتÙنَا بَيّÙنَات٠قَالَ الَّذÙينَ لَا يَرْجÙونَ Ù„Ùقَاءَنَا ائْت٠بÙÙ‚ÙØ±Ù’آَن٠غَيْر٠هَذَا أَوْ بَدّÙلْه٠قÙلْ مَا ÙŠÙŽÙƒÙون٠لÙÙŠ أَنْ Ø£ÙØ¨ÙŽØ¯Ù‘ÙÙ„ÙŽÙ‡Ù Ù…Ùنْ تÙلْقَاء٠نَÙْسÙÙŠ Ø¥Ùنْ Ø£ÙŽØªÙ‘ÙŽØ¨ÙØ¹Ù Ø¥Ùلَّا مَا ÙŠÙÙˆØÙŽÙ‰ Ø¥Ùلَيَّ Ø¥ÙنّÙÙŠ أَخَاÙ٠إÙنْ عَصَيْت٠رَبّÙÙŠ عَذَابَ يَوْم٠عَظÙيمÙ
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: “Datangkanlah bacaan yang lain dari ini atau gantilah dia.†Katakanlah: “Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Rabbku akan terkena siksa hari yang besar (kiamat).†(QS. Yunus [10]: 15)
وَمَا يَنْطÙق٠عَن٠الْهَوَى # Ø¥Ùنْ Ù‡ÙÙˆÙŽ Ø¥Ùلَّا ÙˆÙŽØÙ’ÙŠÙŒ ÙŠÙÙˆØÙŽÙ‰
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).†(QS. An-Najm [53]: 3-4)
Nabi SAW tidak memiliki peranan terhadap syariat Islam, kecuali “hanyaâ€:
1. Membaca dan menghafalkannya
سَنÙÙ‚Ù’Ø±ÙØ¦ÙÙƒÙŽ Ùَلَا تَنْسَى
“Kami akan membacakan (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa.†(QS. Al-A’la [87]: 6)
2. Menyampaikan dan mendakwahkannya
يَا أَيّÙهَا الرَّسÙÙˆÙ„Ù Ø¨ÙŽÙ„Ù‘ÙØºÙ’ مَا Ø£ÙنْزÙÙ„ÙŽ Ø¥Ùلَيْكَ Ù…Ùنْ رَبّÙÙƒÙŽ ÙˆÙŽØ¥Ùنْ لَمْ تَÙْعَلْ Ùَمَا بَلَّغْتَ Ø±ÙØ³ÙŽØ§Ù„َتَهÙ
“Hai Rasul, sampaikanlah wahyu yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Jika kamu tidak mengerjahkan (apa yang diperintahkan kepadamu itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanah-Nya.â€(QS. Al-Maidah [5]: 67)
3. Menjelaskannya
وَأَنْزَلْنَا Ø¥Ùلَيْكَ الذّÙكْرَ Ù„ÙØªÙبَيّÙÙ†ÙŽ Ù„Ùلنَّاس٠مَا Ù†ÙØ²Ù‘ÙÙ„ÙŽ Ø¥ÙلَيْهÙمْ وَلَعَلَّهÙمْ يَتَÙَكَّرÙونَ
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu peringatan (Al-Qur’an dan As-sunnah)agar engkau menerangkan kepada manusia wahyu yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan.†(QS. An-Nahl [16]: 44)
يَا أَيّÙهَا النَّبÙيّ٠إÙنَّا أَرْسَلْنَاكَ Ø´ÙŽØ§Ù‡ÙØ¯Ù‹Ø§ ÙˆÙŽÙ…ÙØ¨ÙŽØ´Ù‘ÙØ±Ù‹Ø§ وَنَذÙيرًا # وَدَاعÙيًا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù Ø¨ÙØ¥ÙذْنÙÙ‡Ù ÙˆÙŽØ³ÙØ±ÙŽØ§Ø¬Ù‹Ø§ Ù…ÙÙ†Ùيرًا
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gemgira, dan pemberi peringatan. Dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi.†(QS. Al-Ahzab [33]: 45-46)
Syariat Islam berasal dari Allah yang Maha Sempurna, Maha Mengetahui, dan Maha Bijaksana. Sehingga syariat Islam senantiasa terpelihara dari segala kelemahan, kekurangan, dan kerusakan.
Berbeda halnya dengan “syariat-syariat†(pedoman hidup) di luar Islam. Sebagai hasil olah pikir dan kajian manusia, semua “produk†tersebut tidak terbebas dari segala bentuk kekeliruan, kesalahan, kelemahan, dan kerusakan. “Syariat-syariat†di luar Islam tersebut secara garis besar terdiri dari tiga hal:
Agama yang pada awalnya memiliki akar Ilahiyah, namun kemudian mengalami penyimpangan karena adanya kejahatan menambah-nambahi, mengurang-ngurangi, dan merubah-rubah isinya oleh tangan-tangan jahat manusia. Hal ini terjadi pada agama Yahudi dan Nasrani.
Agama hasil oleh pikir dan olah kebatinan manusia, yang tidak memiliki akar Ilahiyah sama sekali. Seperti agama Budha, Hindu, Konghucu, Shinto, Majusi, dan lainnya.
Sistem dan isme yang berasal dari hasil akal atau filsafat seorang manusia atau sebuah kelompok. Seperti atheisme, humanisme, sekulerisme, komunisme, nasionalisme, demokrasi, kapitalisme, sosialisme, dan lain-lain.
Ketiga jenis “syariat†di luar syariat Islam tersebut adalah “syariat-syariat†batil, yang hanya merefleksikan hawa nafsu manusia dan tipu daya setan. “Syariat-syariat†batil tersebut tidak akan mengantarkan manusia kepada kebahagian sejati di dunia dan akhirat.
Rabbaniyah dari Aspek Tujuan
Syariat Islam mencakup bidang akidah, fiqih ibadah, fiqih mu’amalah, akhlak, ekonomi, politik, sosial-budaya, militer, dan lain-lain. Syariat Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah Sang Pencipta, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan makhluk hidup lainnya, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Semua bidang dan hubungan tersebut diatur oleh syariat Islam dengan sangat jelas. Masing-masing bidang dan hubungan memiliki manfaat dan tujuan tersendiri. Namun kesemuanya disatukan oleh satu tujuan akhir dan sasaran puncak, yaitu menjaga hubungan dengan Allah secara baik dan meraih ridha-Nya. Itulah tujuan utama syariat Islam, dan pada gilirannya merupakan juga tujuan akhir, sasaran, puncak cita-cita, usaha dan kerja keras manusia dalam kehidupan di alam fana ini.
يَا أَيّÙهَا الْإÙنْسَان٠إÙنَّكَ ÙƒÙŽØ§Ø¯ÙØÙŒ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ رَبّÙÙƒÙŽ كَدْØÙ‹Ø§ ÙÙŽÙ…ÙلَاقÙيهÙ
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Rabbmu, maka kamu pasti akan menemui-Nya.†(QS. Al-Insyiqaq [84]: 6)
Ù‚Ùلْ Ø¥Ùنَّ صَلَاتÙÙŠ ÙˆÙŽÙ†ÙØ³ÙÙƒÙÙŠ ÙˆÙŽÙ…ÙŽØÙ’يَايَ وَمَمَاتÙÙŠ Ù„Ùلَّه٠رَبّ٠الْعَالَمÙينَ # لَا شَرÙيكَ Ù„ÙŽÙ‡Ù ÙˆÙŽØ¨ÙØ°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ Ø£ÙÙ…ÙØ±Ù’ت٠وَأَنَا Ø£ÙŽÙˆÙ‘ÙŽÙ„Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ³Ù’Ù„ÙÙ…Ùينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya. Demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).†(QS. Al-An’am [6]: 162-163)
Sesungguhnya manusia diciptakan tidak untuk sekedar makan, minum, bersendau gurau, dan bermain-main kemudian mati dan menjadi tanah. Manusia tidak diciptakan untuk sekedar mengumpulkan harta benda dan berfoya-foya seperti binatang. Kehidupan dan kenikmatan hidup di dunia bukanlah segala-segalanya. Setelah kehidupan dan kenikmatan hidup dunia akan ada kehidupan akhirat yang bersifat abadi dan hakiki.
وَالَّذÙينَ ÙƒÙŽÙَرÙوا يَتَمَتَّعÙونَ وَيَأْكÙÙ„Ùونَ كَمَا تَأْكÙل٠الْأَنْعَام٠وَالنَّار٠مَثْوًى Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ
Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang di dunia dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang ternak. Maka neraka akan menjadi tempat tinggal mereka. (QS. Muhammad [47]: 12)
Manusia diciptakan untuk satu tujuan yang mulia, yaitu beribadah kepada Allah semata demi menggapai ridha-Nya. Kebahagian hidup di akhirat merupakan tujuan akhir dari kehidupan manusia di dunia.
Di sinilah syariat Islam menjadi pembimbing hakiki bagi umat manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia ini. Syariat Islam menjadi jembatan penghubung antara kehidupan dunia manusia dan kehidupan akhirat mereka. Syariat Islam juga membimbing umatnya untuk meraih kemakmuran hidup di dunia. Lebih dari itu, syariat Islam menekankan kemakmuran hidup di surga dan keselamatan dari neraka.
ÙˆÙŽÙ…ÙنْهÙمْ مَنْ ÙŠÙŽÙ‚Ùول٠رَبَّنَا آَتÙنَا ÙÙÙŠ الدّÙنْيَا ØÙŽØ³ÙŽÙ†ÙŽØ©Ù‹ ÙˆÙŽÙÙÙŠ Ø§Ù„Ù’Ø¢ÙŽØ®ÙØ±ÙŽØ©Ù ØÙŽØ³ÙŽÙ†ÙŽØ©Ù‹ ÙˆÙŽÙ‚Ùنَا عَذَابَ النَّارÙ
Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.†(QS. Al-Baqarah [2]: 201)
Sistem demokrasi, komunisme, sosialisme, kapitalisme, atheisme, materialisme, dan sejenisnya pada sebagian negara mampu mengantarkan manusia kepada kehidupan materi yang baik. Mereka bisa menikmati kemakmuran dan kebahagiaan fisik. Namun sistem-sistem tersebut sedikit pun tidak akan mengantarkan manusia kepada tujuan akhir kehidupan manusia, yaitu ridha Allah dan surga-Nya.
Demikian pula pada agama-agama buatan manusia seperti Budha, Hindu, Konghucu, Shinto, Majusi, kebatinan, kejawen, dan sejenisnya. Agama-agama tersebut tidak akan mengantarkan manusia kepada ridha Allah dan surga-Nya. Agama-agama tersebut dibangun di atas landasan syirik dan kekufuran kepada Allah, rasul-Nya, kitab suci-Nya, dan alam akhirat. Bagaimana mungkin agama-agama tersebut menyampaikan mereka kepada tujuan yang sangat agung; ridha Allah dan surga-Nya?
Bahkan agama-agama yang pada awalnya memiliki akar Ilahiyah, Yahudi dan Nasrani, juga tidak akan mampu mengantarkan manusia kepada ridha Allah dan surga-Nya. Sebab, agama-agama tersebut telah sangat jauh menyimpang dari wahyu Allah dan tuntutan para rasul-Nya. Agama-agama tersebut telah menjadi agama-agama hawa nafsu para pendeta mereka. Agama-agama tersebut lebih melayani kepentingan individu atau kelompok elit pemuka agama mereka, daripada ketaatan murni para pemeluknya kepada Allah SWT.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis: Fauzan
Sumber : https://www.kiblat.net/